Minggu, 26 Desember 2010
Mimpi Aneh
Akhir-akhir ini aku sering dapet mimpi aneh. Aku nggak bisa jelasin gimana anehnya mimpi itu. yang pasti bukan kategori mimpi buruk ato mimpi baik. Dan mimpi itu sering terjadi berulang-ulang, and ngebuat aku gak bisa tidur nyenyak...kata orang tua kalo dapet mimpi yang sama berulang-ulang itu tandanya akan ada sesuatu ato diingatkan ma sesuatu yang kelupaan. hii serem. Tapi aku gak tahu apa ya yang aku lupain, yang pasti mimpinya aneh banget. abstrak. gak bisa di deskripsiin. Sekarang aku bakal coba intropeksi diri m banyak tawakal ma Allah S.W.T. hehehe, biar selamet dari yang aneh2.
Curcol..
Saat yang asyik adalah saat berkumpul bersama teman. Dan sekarang aku ngrasain gimana rasanya gak ada teman buat bercanda n kumpul2 bareng, semoga liburan ini cepat berlalu dan aku segera kembali ke asrama. Berkumpul sama teman.
Naskah Drama
Malam Rajam
Resensi :
Aku adalah pembantu di rumahmu. Titah demi titah orang tuamu, telah menyita waktuku sedari shubuh hingga malam petang. Aku akan “dirajam” apabila melakukan sedikit saja kesalahan. Demikian istilah yang orang tuamu gunakan untuk menghukumku. Namun, kau merajamku dengan cara yang beda. Kau merajamku dengan ciuman, dan sentuhan penuh cinta. Pada kenyataannya, kau mencampakanku dan mengingkari janjimu. Hatiku sakit. Sehingga pada suatu malam aku datang. Ya, malam yang dipilahku untuk merajam. Membalas dendam.
- Kuburan
Properti : Keranda mayat, pohon kamboja, dan nisan-nisan kuburan.
- Rumah panglong kayu beserta halaman sekitarnya
Properti : Pohon nangka besar, layang-layang putus.
- Kamar tidur dan dapur
Properti: Gambar latar rumah bagian dalam, kasur berkelambu putih, meja dan kursi makan, perkakas porselen, perkakas memasak.
-Suara hewan di kegelapan malam, suara kesunyian, Suara kesedihan, dan efek suara tegang.
-Suasana : Tegang dan menyedihkan dibalut kisah percintaan.
Para pemain :
- Aku (Ningsih) : (Tinggi semampai, ulet, pembantu)
- Kau (Ilyas) : (Berwajah klimis, sopan, mahasiswa)
- Laksmi : (Mata tajam, pemarah, istri pemilik panglong kayu)
- Soeradi : (Brewok lebat, licik, pemilik panglong kayu)
- Ardi : (Tambun, manja, anak kecil)
- Joni : (Tampan, materialistis, pengusaha)
- Dara : (Berambut ikal, baik, mahasiswa)
- Pak Abdul : (Cungkring, ceroboh, penggali kubur)
Arak-arakan warga ramai. Menuju sebuah tanah lapang yang luas, dimana jasad manusia untuk terakhir kalinya diistirahatkan. Suara takbir pun terdengar keras bersahutan dengan isak tangis di siang yang terik itu.
Warga : (Sambil menurunkan keranda) “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar.”
Laksmi : (Menangis dan berteriak) “Siapa yang berani melakukan ini. Aku istri pemilik panglong kayu terbesar di kampung ini, akan mencari orang bejat tersebut dan menjebloskannya ke penjara.”
Dara : “Sudah Bu, ini semua sudah garis takdir yang maha kuasa.”(Sambil mengelus pundak Laksmi).
Laksmi : “Tidak. Aku tak akan pernah ikhlas sampai kapan pun. Ilyas itu anak tunggalku, dia penerusku.” (Berdiri dan menghardik warga).
Tiba-tiba terdengar jeritan dari rerimbunan pohon di dekat tanah galian yang baru itu.
Pak Abdul : (Berlari dengan tergopoh-gopoh) “Tolong…..tolong…..”
Warga : “Ada apa Pak ?”
Pak Abdul : “Li..lihat di pohon beringin sebelah sana.”
Warga : (Berkerumun di pohon beringin) “Astaghfirullah, siapa gadis itu.”
Jasad seorang gadis tergantung tak berdaya di pohon beringin itu.
Laksmi : “Aa…..a….tidak, tolong (Mengejang dan kalap) ampun, ampun. Maafkan aku Ningsih.”
Dara : “ Ada apa Bu, apa yang terjadi ?”
Laksmi : (Jatuh pingsan diantara kerumunan warga).
Seminggu yang lalu……
Siang itu, seorang pria parlente mendatangi sebuah ruamh semi joglo yang terlihat paling megah di kampung itu. Tangan kanannya menarik sebuah koper besar hitam. Sedangkan tangan kirinya, menuntun seorang bocah kecil yang sedari tadi berusaha melepaskan pegangan darinya.
Joni : “Assalamu’alikum. Pak De, Joni datang.”
Soeradi : “Wa’alaikum Salam. Walah Joni, bagaiman kabarmu selama ini ?” (Sambil berpelukan dan menepuk bahu Joni).
Joni : “Baik-baik saja Pak De.”
Soeradi : “Tambah mapan saja kau. Pak De dengar, bisnis kelapa sawitmu sukses di kecamatan sana.”
Joni : “Iya Pak De. Ini semua berkat Pak De juga. Sekarang mumpung lagi liburan, Saya ingin melihat kebun kayu jati milik Pak De, sekalian ngajak Ardi supaya dia tahu daerah sini.”
Soeradi : “Oh…tentu saja, setelah ini akan kuajak kau berkeliling melihat kebunku (Menoleh ke arah Ardi) Ini anakmu? Sudah besar ternyata.”
Laksmi : “Siapa itu Pak? (Terdengar teriakan dari dalam rumah) Oh….Joni, kau datang ingin melihat kebun jati Pamanmu bukan.”
Joni : “Iya Bu Dhe. Untuk memulai proyek baru, saya butuh daerah yang masih asri. Ya, seperti di sini Bu Dhe.”
Laksmi : “Ya sudah, pergilah dengan Pak Demu. Biarkan anakmu bermain di sini (Sambil meraih koper besar hitam).
Joni dan Soeradi pun pergi.
Laksmi : “Ningsih….(Berkacak pinggang) cepat ke sini!”
Ningsih : “Iya, ada apa Bu?”
Laksmi : “Ajak main bocah kecil itu, jaga dan jangan dibuat nangis.(Sedikit berbisik) kalau sampai dia kenapa-napa, kau tahu sendiri akibatnya.” (Masuk ke dalam rumah).
Ningsih : “I..iya Bu.”
Ningsih : (Menghampiri Ardi) “Adik namnaya siapa?”
Ardi : “Arrldi…”
Ningsih : “Sekarang Ardi main sama kakak ya. Ardi mau main apa?”
Ardi : “Arrldi mau main layang – layang.” (Sambil mengambil layang-layang dari tasnya).
Ningsih : “Ya sudah, kakak temenin Ardi sambil menyiram bunga di sebelah sana ya..”
Ardi : “He’ e.”
Selang beberapa waktu kemudian.
Ardi : “Huah….(menangis).
Ningsih : “Ada apa? Cup..cup kok Ardi nangis.”
Ardi : “Itu…(Menunjuk ke dahan pohon nangka).
Ningsih : “Oh…layang-layang Ardi putus. Ya sudah, nanti kita beli yang baru.”
Ardi : “Hhh…Gak mau, Ardi mau layang-layang itu.”(Terisak).
Laksmi : (Datang sambil menjinjing roknya) “Ada apa ini?”
Ardi : “Huah…layang-layang Ardi nyangkut. Pokonya, Ardi mau layang-layang itu.”
Laksmi : (Memicingkan mata ke arah Ningsih) “Kau tahu apa yang harus kamu lakukan, heh.” (Sambil menunjuk ke atas pohon nangka).
Ningsih pun memanjat pohon nangka tersebut. Dengan susah payah dia sampai ke atsanya dan mengambil layang-layang tersebut.
Ningsih : “Aaah……”(jatuh dari pohon).
Laksmi : (Kaget, namun pura-pura tak tahu). Gadis bodoh, mengapa kau sobekkan layang-layangnya.”
Ningsih pun menangis di bawah pohon sambil memegangi pinggangnya yang sakit.
Malam hari di meja makan.
Laksmi : “Tak terasa Pak, besok anak kita akan diwisuda.”
Soeradi : “Ha..ha..ha.., anak kita memang pintar. Sudah turunan dari Bapaknya (sambil mengangkat dagu). Bapak sangat bangga dengan kamu Yas, Bapak harap kamu bisa meneruskan usaha Bapak.”
Ilyas : (Tersenyum malu).
Ningsih datang sambil membawa senampan penuh makanan.
Laksmi : “Dasar pembantu sialan. Lama sekali kau memasak, apa sebenarnya yang kau kerjakan di dapur heh?”
Ningsih : “Ma..maaf Bu.”(Sambil meletakkan makanan di meja).
Laksmi : (Mencicipi makanan) “Puih….masakan apa ini. Pahit. Sudah berapa kerugian yang kami dapat karena ulahmu.(Menjambak rambut Ningsih). Kau memang suka kami rajam ya… Pak rajam dia!”
Soeradi : (Sambil mengeluarkan pecut kuda). “Kau sepatutnya bersyukur telah kami pungut di tepian rel dulu. Jangan banyak bertingkah kau!”(Mengayunkan cambuk tersebut ke tubuh Ningsih).
Ningsih : “Ampun Pak.”(Menangis).
Laksmi : “Ha…ha…ha, itu balasannya untuk pembantu lelet sepertimu! (Keluar ruangan).
Ilyas : (Sedikit iba, namun segera bisa menguasai susana dan membetulkan posisi duduknya). “Kemari kau!”
Ningsih : (Memandang mata Ilyas). “Ada apa?”
Ilyas : “Kau tahu, kuning telur mata sapi ini.(Sambil berbisik di dekat telinga Ningsih). Terlalu matang (Sedikit berteriak), dan kau harus membayarnya.”(Tersenyum dan menggenggam tangan Ningsih).
Suara musik romantis menandakan remaja yang sedang jatuh cinta.
Ilyas : “Percayalah, aku bukan iblis. Aku hanya pemuda biasa yang tak dapat menyembunyikan naluri lelakinya. (Membelai rambut Ningsih). Percayalah, kau bagai bidadari saban habis mandi. Dan aku takkan menghamilimu hanya karena itu. Aku hanya ingin bercumbu dengan perawan di malam pertamaku. Dan itu adalah kau…”
Ningsih : (Diam dan terharu). “Benarkah kau…”(Menggantung kata-kata)
Ilyas : “Sst…percayalah, aku mencintaimu sejak pertama kali kujumpa dirimu di rumahku ini.”
Mereka berdua pun terhanyut oleh alunan nada cinta yang semakin lama semakin menyesakkan mereka.
Shubuh datang. Terlihat Ningsih sibuk menyiapkan air hangat di dapur.
Ningsih : (Mengangkat dandang besar berisi air, terburu-buru). Ah…..(Terjengkang di sudut dapur, sebagian air tumpah).
Laksmi : “Apa-apaan ini?” (Berkacak pinggang sambil melihat air tumpah di sekelilingnya).
Ningsih : “Hhh…..”(Mengepel air yang tumpah dengan gugup).
Laksmi : “Dasar sial, jangan sampai anakku telat ke acara wisuda gara-gara kau tak becus menjarang air.”(Sambil menendang Ningsih yang ada di lantai).
Waktu pun berlalu. Matahari semakin meninggi. Ningsih membersihakan kamar Ilyas.
Ningsih : (Memegang dan memandangi foto Ilyas). “Benarkah kau bakal suamiku?”
Syair :
Aku bersaksi
Di setiap erangan dan teriakan
Aku bersaksi
Kekedalaman air mataku
Bayangan dendam selalu menyertaiku
Mengiringiku sembari aku tidur terlelap.
Jika dendam tersebut adalah gurun luas tak berbatas
Maka ceritamu adalah samudera yang mengalir,
Menghapus semua rajam yang mendera.
Ningsih : (Beranjak ke kamar mandi dan menyikatnya).
Dari kejauhan terdengar suara Soeradi berteriak.
Soeradi : “Ningsih, cepat kemari!”
Ningsih : (Kaget dan terburu-buru. Pijakan kakinya salah dan membuatnya terpeleset). “Aduh…..”(Melenguh dan mengernyit perih. Terduduk di lantai kamar mandi).
Bersamaan dengan itu, Ningsih rasakan sakit di selangkangannya. Darah merembes, Ningsih ingin berteriak, namun tak ada suara yang keluar. Perlahan, ia bangkit dan mulai menyiram bercak merah yang tertinggal di lantai. Lalu pergi menemui Soeradi, majikannya.
Soeradi : “Lama sekali kamu huh, cepat buatkan aku kopi.”(Berkeringat dan terlilaht kecapekan).
Ningsih : (Tersenyum hampat dan berjalan pelan, sedikit mengangkang. Ekspresi terlihat menahan perih).
Setelah itu menghampiri Soeradi yang sedang asyik membaca Koran di ruang makan.
Ningsih : “Ini pak kopinya.”(Setengah merunduk dan meletakkan kopi di atas meja).
Soeradi : “Hhhm…(Tetap membaca Koran).
Ningsih : “Permisi, Pak.”
Soeradi : (Menarik tangan Ningsih). “Tunggu…Ningsih.”
Ningsih : (Merasa risih dan melepaskan pegangan tangan). “I..iya, ada masalah Pak?”
Soeradi : (Beranjak dari tempat duduknya). “Kau tahu, kau punya hidung yang bangir, wajahmu yang bulat telur itu telah menawanku Ningsih (Sambil mencoba merayu). Bibir merahmu, Alismu yang hitam bagai semut yang berbaris, dan telinga kecilmu itu laksana cawan Persia yang siap kukecap.”
Ningsih : “Maaf Pak….”(Meninggikan volume suara, merasa takut, dan mencoba menghindar).
Soeradi : “Alah, gak usah munafik kau.”(Mencoba mencium Ningsih).
Laksmi : “Ada apa ini?”(Terkejut dan tiba-tiba datang).
Soeradi : “Hhh..gadis ini Buk.(Melepaskan pegangan tangan). Pembantu sundal ini berusaha merayuku.” (Kaget, namun bisa menguasai diri, dan berpura-pura).
Ningsih : “Sumpah Bu..demi Tuhan, saya gak pernah bermaksud seperti itu.”(ketakutan).
Soeradi : “Alah…kau kan yang merayuku? Jangan berdalih lagi kau.” (Berusaha meyakinkan Laksmi).
Laksmi : (Menghela nafas panjang, lalu mengambil guci cina di meja makan). “Keparat kau, raskan ini!” (Melemparkan guci cina tersebut ke tubuh Ningsih).
Ningsih : (Melindungi tubuhnya dengan tangan). “Ampun Bu, Saya tak bersalah.”
Laksmi : “Berani-beraninya kau mau merusak keluargaku, heh. Tak akan kubiarkan suamiku direbut pembantu sundal macam kau.” (Mengambil tatakan piring keramik dan dipecahkan ke tubuh Ningsih).
Ningsih : (Menangis dan memegangi tulang belakangnya, terasa sakit walaupun sedikit saja bergerak. Ekspresi marah penuh dendam, mata tajam memandang luas ke semua sudut ruangan).
Malam tiba di R.Makan.
Terlihat Laksmi, Soeradi, dan Ilyas duduk dan menikmati makanan mereka.
Laksmi : “Ibu bangga sekali memiliki anak sepertimu. Kau memang anak emas Ibu, tak tergantikan, sampai kapan pun.”
Ilyas : (Tersipu malu, sambil terus melanjutkan makannya).
Soeradi : “Hhmm….malam ini, bapak dan ibumu akan pergi ke kecamatan. Mengurusi bisnis baru Bapak dan Om mu, Joni. Bapak sudah bisa membayangkan, berapa banyak keuntungan yang bisa kita peroleh…ha…ha..ha..”
Setelah itu, Soeradi dan Laksmi beranjak dari R.Makan dan pergi. Terlihat Ningsih sedang menyapu di pojok ruangan.
Ilyas : (Menghampiri Ningsih dari belakang, dan menjambak rambutnya).
Ningsih : “Hhh…(Kaget). Janganlah kau lakukan ini Ilyas, aku tak pantas untukmu, belum tentu Kedua orang tuamu memudahkan jalan kita.”
Ilyas : “Jangan khawatir akan hal itu.” (Tersenyum dan memegang tangan Ningsih).
Merekapun benar-benar disesakkan aroma cinta, yang semakin lama semakin membumbung tinggi dan membuat mereka terlena. Mereka mulai mengganas, berserempak dengan bunyi petir yang bergemuruh di langit dan air berkah yang tumpah seakan jadi satu.
Ilyas : “Hhh…(air muka keruh dan mengerutkan kening). Kurang ajar, dasar kau pembantu sundal! (mendorong Ningsih hingga terjengkang). Kau menghianati kepercayaanku selama ini, kau bermain gila dengan laki-laki lain!” (Menghardik lalu mengenakan pakaian yang lepas dengan tergesa-gesa, lalu pergi).
Ningsih : “Tu…tunggu.” (Terduduk di lantai dan menutupi mukanya dengan kedua telapak tangannya).
Monolog
Ningsih : “Kenapa…kenapa? (sambil menangis dan memandang semuanya dengan tatapan kosong). Apa kau tak tahu seperti apa pembantu di rumahmu ini dipekerjakan? Titah demi titah orang tuamu telah merampas waktuku, sedari shubuh hingga malam pekat. Jadi, bagaimana mungkin aku bermain gila dengan laki-laki lain? (Mulai berdiri dan menguasai ruangan). Apakah harus aku ceritakan perihal aku yang jatuh dari pohon nangka karena keponakanmu dari kecamatan minta diambilkan layangan yang tersangkut di sana. Apakah harus jua kukeluhkan bahwa aku pernah terjerengkang di dapur karena ibumu berteriak memintaku gegas menyiapkan air hangat untuk mandi di subuh, saat kau akan diwisuda. Apakah jua harus kutumpahkan kekesalan bahwa, beberapa kali aku terjerembab ke tanah ketika mengantar rantang-rantang para tukang yang merampungkan rumah baru kalian di simpang pasar…(Berhenti sebentar, lalu mulai menangis dan terduduk dengan pelan), dan apakah harus kumeraung dalam suara yang pasti memarau untuk semua akibat yang dimunculkan kesialan-kesialan itu. Selangkanganku sakit, perih, bahkan ketika terpeleset di kamar mandi yang kan kusikat di pagi ahad , bercak-bercak merah tiba-tiba saja mengerubugi celana dalamku. Pedihnya tak terpemanai (Berteriak). Bukan hanya membayangkan bahwa beberapa hari bakda itu, aku akan berjalan sedikit mengangkang, namun lebih dari itu (Tercekat). Menangis tak berbunyi aku bila membayangkan air muka lelaki yang suatu hari akan mengawiniku. Di malam pertama kami. (Menangis lalu pergi dari rumah).
Di perjalanan, Ningsih berjalan lunglai sambil membawa pakaian yang telah dibuntel. Sampai di kuburan.
Ningsih : “Oh tuhan, ampuni hambamu ini…”(Sambil mengaitkan tali tampar di pohon beringin).
Suara kesedihan dan kepiluan mengantarkan kepergian Ningsih.
Beberapa hari kemudian. Di rumah Ilyas. Orkes melayu mengoar-bingar panggung dan seantero kampong. Anak-anak kecil berlari ceria. Di sudut rumah, seorang gadis menatap tajam kearah pengantin Ilyas. Putih pucat, itulah arwah Ningsih. Perlahan suara musik hilang dan malam pun datang.
Ilyas : (Tertidur pulas dengan istrinya di kamar tidur , mendengkur).
Ningsih : “Malam ini adalah malamku untuk merajammu.(Tersenyum licik dan melangkah menuju ranjang tempat Ilyas tertidur).
Ilyas : “Argh…….”(Mendelik kaget dan berusaha berteriak. Menarik – narik selimut serta berontak).
Ningsih : “Mati kau! Ha…ha…ha..” (Mencekik Ilyas sekuat tenaga).
Dara : (Tak bisa melihat arwah Ningsih. Kaget dan khawatir). “Ada apa Mas? Apa yang terjadi? Tolong….tolong.”(Berteriak ketakutan).
Ilyas : (Memegangi lehernya dan menggerang, sampai akhirnya dia menghembuskan nafas terkahirnya).
Dara : (Menangis di atas tubuh Ilyas).
Setting kembali ke kuburan…..
Dara : “Buk, Sadar buk. Istighfar! (Memegangi tubuh Laksmi).
Laksmi : (Bangun dari pingsannya, tersenyum licik memandang semuanya). “Aku orang yang terluka karena cinta, aku korban cinta, ha…ha…(Tertawa keras). Kalian manusia biadab, mempermainkan cinta, dan menyia –nyiakan yang namanya cinta! Ingat, aku akan bertandang ke rumah kalian, WAHAI PARA PENGHIANAT CINTA!!, dan aku akan merajammu, ha….ha…ha…”(Lalu jatuh ke tanah. Warga mengerubuninya).
Selesai.
Arizky Rachmad Sudewo
XI IPA 5/05
Sabtu, 25 Desember 2010
Snapshot 2
Manta Ray's Boys, ki-ka atas ke bawah, (Husnul, Arian, Aji, Aku, Bu Farida (SA lama Manta), Ozi)
Nayla, AKu
Nana, Dion, Aku, Winata, Putu
Aku, Fajri, Andi, Ryo (Ups)
Kak Aris, Icha, Selly, Aku, Roni (Lomba Mading 1)
Tim Pemandu Smandasa...tebak aku dimana?
Manta Ray Family
Reunian SMP
Manta Ray Family- Love u so.....
Selly, Aku, Jawa, Mukti, bawahnya Eva klo gk salah ya....Outbond Coban Rondo nie
T_Ten di Um
Wah T_Ten
Inten, Aku, Eka
Inten, Aku, Eka, Fajri
Ten TRi go nerd
Setelah praktikum ten tri wajib eksis....aku gk bawak seragam, jdinya pinjem and beda sendiri tuh
Ten Tri lari-lari
W.O.R.D.S Competition (dag-dig-dug nunggu giliran tampil)
W.O.R.D.S Competition Nasional
Miss Lupi....
Love you....
See you again....
Ten tri menang Cnc
Dikelilingi cewek2 hahaha (Beristri banyak)
Jalan2 k Wonosari nie
Wah Manta Gabungan
Hari Pahlawan Manta Juara 2
Snapshot 1
Ajoer Sinesa in Action
Ajoer Sinesa narsis di Tidar Sakti
Laily (Mbak Pim), aku, Happy
Wah Duo Imut (Selly, Oa) Pas lomba Mading Flexi-Malang Post
Habis tampil Teater Inagurasi Adek kelas
Sari and Aku
Manaf and Aku
Salam Satu Jiwa
Stress, akhirnya nyemplung di kolam Big Ben Ub
Wah....foto kenang-kenangan jadul (Faisol, Bagus, Dias, Putu, aku)
Aku, Icha, Arian
Tahun baruan ma anak SA
Kamis, 23 Desember 2010
Terima Kasih Telah Menjadi Sahabat Terbaik

Senangnya hati ketika mendapat seorang sahabat. Sahabat sejati untuk berbagi dan bernyanyi. Kau bisa mengarungi lautan ganas bersamanya, atau terbang menjelajah angkasa luas tak terbatas. Pun kau bisa berbagi makanan dan air saat sedang tersesat di padang pasir yang kering. Tak ada yang lebih indah dari persahabatan. Kau belajar ketulusan dan cinta darinya. Tanpa seorang sahabat kau akan layu lalu mati.
Bayangkan saja, siapa tempatmu bercurah saat kau sedih atau tempat mencurahkan kasih saat kau diliputi kegembiraan. Tak ada yang lebih indah untuk diceritakan kepada anak-anakmu selain kisah persahabatanmu dulu. Maka, jangan sia-siakan hidup tanpa sahabat. Karena seorang sahabat tidak menunggu atau menghampiri. Seorang sahabat adalah takdir dan harus dicari. Seorang sahabat akan membawamu ke sebuah dunia baru yang kau belum tahu sebelumnya. Jadi, dekap dan rangkulah sahabat yang saat ini ada di sampingmu, jangan biarkan dia lepas. Lakukan hal-hal hebat bersamnya di dunia ini. Buat dirimu dan dirinya tersenyum bersama, jangan sia-siakan dia. Sebelum kau menyesal telah kehilangannya.
Persahabatan sejati layaknya kesehatan, nilainya baru kita sadari setelah kita kehilangannyaAnonim
Setiap sahabat menampilkan sebuah dunia di dalam diri kita, suatu dunia yang mungkin, tak akan pernah ada? Kalau si sahabat itu tidak muncul, dan hanya lewat pertemuan inilah sebuah dunia akan lahir.
Anas Nin

Sahabat adalah orang yang membuat saya hidup.
Sahabat adalah orang yang mengajarkan saya hal-hal baru, dan tempat mencurahkan segala rasa tanpa segan.
Sahabat adalah orang terhebat dan terbaik untuk meraih mimpi, cita, dan kesuksesan bersama di hidup saya.
Arizky Rachmad Sudewo

Dedicate For Putu-fajri-Angga. You all have already bring new world for me. Saya berdo'a kepada Tuhan semoga belum terlambat untuk mengenal dan bersama kalian. Amien.
Selasa, 21 Desember 2010
Syukur Untuk Malam Ini
Ya Allah terima kasih untuk malam ini telah kau hapuskan semua perasaan gelisah yang mendera.
Ya Allah terima kasih untuk malam ini telah kau hapuskan perasaan was-was dan iri dengki.
Ya Allah terima kasih untuk malam ini telah kau hapuskan segala keraguan tuk menggapai cita.
Ya Allah terima kasih untuk malam ini telah kau buka pikiranku, untuk memahami arti hidup, dilahirkan, dan bagaimana menjadi orang yang disayangi. Hambamu ini hanyalah seonggok daging yang kau bentuk dengan indah sehingga bermakna lebih. Tanpa kau topang daku, tak mungkin dapat berdiri dan bernyanyi.
Ya Allah terima kasih untuk malam ini telah kau hapuskan perasaan was-was dan iri dengki.
Ya Allah terima kasih untuk malam ini telah kau hapuskan segala keraguan tuk menggapai cita.
Ya Allah terima kasih untuk malam ini telah kau buka pikiranku, untuk memahami arti hidup, dilahirkan, dan bagaimana menjadi orang yang disayangi. Hambamu ini hanyalah seonggok daging yang kau bentuk dengan indah sehingga bermakna lebih. Tanpa kau topang daku, tak mungkin dapat berdiri dan bernyanyi.
Sabtu, 11 Desember 2010
Syukur Untuk Hari Ini

Hari ini saya adalah manusia paling bahagia. Karena tiba-tiba saya merasa beruntung dilahirkan ke dunia dari seorang Ibu yang cantik dan baik, dari keluarga sederhana, rukun, dan pandai bersyukur. Saya merasa beruntung sekali karena selalu dikelilingi teman-teman yang memberikan kecerian di setiap jengkal hidup saya. Saya bersyukur karena diberikan hidup dan belajar tentang hidup di tempat yang tepat. Sore ini pun saya merasa bahagia duduk dengan siswa-siswi Sampoerna Academy di Lab Komputer, mengerjakan MOCK Exam practical IT dengan frustasi namun menyenangkan.Pun saya bangga diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan berkualitas dengan orang-orang paling AMAZING yang pernah saya jumpai di kehidupan saya, yaitu anak-anak SA. Jadi, saya tidak akan lagi mengeluh dan menyesali hidup. Karena ALLAH SWT selalu memberikan hal-hal yang terbaik dalam hidup saya. Satu hal lagi yang membuat saya bersyukur amat sangat, yaitu bersiap menyongsong cita-cita dan siap mengepakkan sayap di seluruh dunia.Amin.Karena saya yakin, saya akan sukses bersama orang-orang terhebat di hidup saya saat ini. SO, just keep moving, spirit, and never give up.(Ar)































